Selasa, 01 Januari 2013

Memejamkan Mata Saat Shalat, Bolehkah?

Adapun apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau shalat dengan membuka kedua mata beliau sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa hadits yang shahih, diantaranya.....

Imam Al-Bukhari rahimahullah telah meriwayatkan dari haditsnya ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata :
رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ وَهُوَ يُصَلِّي بَيْنَ يَدَيْ النَّاسِ 
 
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat dahak di arah kiblat masjid sedang beliau dalam keadaan shalat di hadapan manusia..” 
(Shahih al-Bukhari 1/151 no.753)

Dan imam Al-Bukhari rahimahullah juga telah meriwayatkan dari haditsnya Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ الْآنَ مُنْذُ صَلَّيْتُ لَكُمْ الصَّلَاةَ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ مُمَثَّلَتَيْنِ فِي قِبْلَةِ هَذَا الْجِدَار
“Sungguh aku telah melihat sekarang – sejak aku meng-imami kalian- surga dan neraka digambarkan di kiblat tembok ini..”
(Shahih al-Bukhari 1/150 no.749)

Sisi pendalilan dari kedua hadits diatas adalah bahwa dengan melihatnya beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada dahak yang ada di tembok dan bahwa beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam dapat melihat gambaran surga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau, maka ini menunjukan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam saat itu shalat dengan membuka kedua mata beliau dan tidak memejamkan matanya.

Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah mengatakan :
وَقَالَ ابْنُ بَطَّالٍ : فِيهِ حُجَّةٌ لِمَالِكٍ فِي أَنَّ نَظَرَ الْمُصَلِّي يَكُونُ إِلَى جِهَةِ الْقِبْلَةِ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْكُوفِيُّونَ : يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَوْضِعِ سُجُودِهِ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ لِلْخُشُوعِ 
 
“Ibnu Bathal rahimahullah mengatakan : “Di dalam hadits (di atas) terdapat hujjah bagi imam Malik rahimahullah bahwa pandangan orang yang sedang shalat dihadapkan ke arah kiblat."
Dan Imam Asy-Syafi’I rahimahullah serta ulama2 Kufah mengatakan bahwa disukai bagi orang yang shalat untuk melihat ke arah tempat sujudnya karena itu lebih dekat kepada ke-khusyu’an.”
(Fath Al-Bari 2/271)

Walaupun memang kemudian terdapat perbedaan pendapat diantara ulama mengenai arah penglihatan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam saat shalat, akan tetapi dalam hadits2 di atas menunjukkan satu hal yang sama yang disepakati, yaitu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan membuka kedua mata beliau sebab jika beliau menutup mata beliau, tentu beliau tidak akan dapat melihat dahak yang ada di tembok dan tidak pula dapat melihat gambaran surga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau.

Adapun jika memejamkan mata saat shalat, maka dikatakan bahwa itu termasuk perbuatan orang2 Yahudi dan sebagian ulama telah memakruhkan hal ini. 
Al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah mengatakan :
وأما تغميض البصر فِي الصلاة ، فاختلفوا فِيهِ :
فكرهه الأكثرون ، منهم : أبو حنيفة والثوري والليث وأحمد .
قَالَ مُجَاهِد : هُوَ من فعل اليهود .
 
“Adapun memejamkan mata dalam shalat, maka terdapat ikhtilaf dalam hal ini.
Kebanyakan ulama memakruhkannya, diantara mereka ialah : Abu Hanifah rahimahullah, Ats-Tsauri rahimahullah, Al-Laits rahimahullah dan imam Ahmad rahimahullah.
Mujahid rahimahullah mengatakan : “Memejamkan mata itu termasuk perbuatan orang2 Yahudi.”
(Fathul Bari 6/443)

Akan tetapi, ya, jika pada suatu shalat adakalanya seseorang itu benar2 membutuhkan untuk memejamkan mata –misalnya disebabkan karena terganggu pandangannya dengan sesuatu ataupun ada sebab2 yang mendesak lainnya, sehingga dia berusaha agar lebih memfokus-kan pikirannya pada shalat, maka tidak mengapa jika ia memilih untuk memejamkan matanya.
Ibnul-Qayyim rahimahullah mengatakan :
، وإن كان يحول بينه وبين الخشوع لما في قبلته من الزخرفة والتزويق أو غيره مما يُشوش عليه قلبه، فهنالك لا يُكره التغميضُ
“Dan, apabila saat membuka mata itu terasa mengganggu antara dirinya dan ke-khusyu’-an disebabkan di arah kiblatnya terdapat hiasan, lukisan, atau yang lainnya yang menjadikan hati orang yang shalat menjadi tidak tenang, maka dalam hal ini memejamkan mata tidaklah makruh (yaitu boleh).”
(Zadul Ma’ad 1/249)

Al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah mengatakan :
ورخص فِيهِ مَالِك .
وَقَالَ ابن سيرين : كَانَ يؤمر إذا كَانَ يكثر الالتفات فِي الصلاة أن يغمض عينيه .
 
“Imam Malik rahimahullah memberikan keringanan dalam hal ini (yaitu untuk memejamkan mata). Dan Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan : “Apabila seseorang itu banyak menoleh di dalam shalat, maka ia disuruh untuk memejamkan kedua matanya.”
(Fathul Bari 6/443)

Namun tetaplah pada asalnya, ini bukanlah suatu pilihan, akan tetapi hanyalah satu jalan keluar pada saat dibutuhkan saja.

Pilihan yang ada adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallaahu 'anhum yaitu shalat dengan membuka kedua mata, maka ambillah dan amalkanlah pilihan ini, kecuali jika memang ada sesuatu yang mengganggu pandangan dan membuat hati menjadi tidak tenang dalam shalat atau sebab2 lainnya, maka tidak mengapa jika mau memejamkan mata. 

Wallaahu a'lam.

2 komentar: