Salah satu hal yang aneh di masa
sekarang, adalah apabila anda berkata : “Allah memiliki dua tangan” atau :
“Allah memiliki wajah”, atau : “Allah tertawa” Atau : “Allah ada di atas”, dan
perkataan2 yang semisal saat menetapkan shifat2 Allah sebagaimana Allah dan
Rasul-Nya tetapkan sendiri di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih, maka tidak
lama kemudian sebagian orang (meski tidak semua) yang menyebut dirinya sebagai
Aswaja, dan mengaku sebagai bagian dari Asy’ariyah atau Maturidiyah akan
menggelari anda dengan sebutan : “Musyabihah.” atau bahkan
"Mujasimah", yakni anda akan dianggap telah menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya, sebab mereka menganggap penetapan2 shifat seperti itu sebagai
tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk), atau dianggap telah men-jismkan
Allah. Dan ini merupakan salah satu diantara syubhat2 bathil dari orang yang
menyebut dirinya aswaja, atau mengaku sebagai bagian dari Asy’ariyah atau
Maturidiyah.
Untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih, benar dan rinci, kita perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tasybih ini pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu.
Untuk itu, insya Allah kita akan
mengkaji serta mempelajari poin-poin penting terkait masalah ini sehingga
–insya Allah- kita akan mengetahui bahwa syubhat tasybih ala aswaja ini
hanyalah sampah yang didaur ulang dari syubhat yang sama yang dahulu
dihembuskan oleh oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah
pengingkar shifat2 Allah lainnya terhadap diri ulama2 salaf Ahlus-Sunnah
sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ulama2 salaf Ahlus-Sunnah yang
menetapkan shifat2 Allah itu sebagaimana dikabarkan di dalam Al-Quran dan
Sunnah yang shahih.
Insya Allah, kita akan bagi pembahasan
ini kepada beberapa poin,………
Poin Pertama : Apa itu Tasybih?
Al-Hafizh Abul-Qasim al-Ashbahani
rahimahullah mengatakan :
وأما
التشبيه : فهو مصدر شبه يشبه تشبيهاً ، يقال : شبهت الشيء بالشيء أي مثلته به ،
وقسته عليه ، إما بذاته أو بصفاته ، أو بأفعاله
“Adapun
Tasybih, maka ia adalah mashdar dari syabbaha yusyabbihu tasybiihan.
Dikatakan : “Aku menyerupakan sesuatu
dengan sesuatu, yakni aku sepertikan ia dengannya dan aku bandingkan ia
dengannya, adakalanya pada dzat-nya, atau pada shifatnya ataupun pada
perbuatannya.”
(Al-Hujjah 1/306)
Apa yang didefiniskan oleh Al-Hafizh
Abul-Qasim di atas adalah jelas yakni bahwa tasybih itu terjadi jika ada
seseorang yang menyerupakan sesuatu dengan sesuatu, entah pada dzat-nya, atau
pada shifatnya ataupun pada perbuatannya.
Misalnya
seseorang berkata atau meyakini bahwa : “Tangan Zaid adalah seperti tangan
Ahmad.”, atau : “Wajah Zaid seperti wajah Ahmad.”, atau : “Tertawanya Zaid
seperti tertawanya Ahmad.”, atau : “Berjalannya Zaid seperti berjalannya
Ahmad.”, dan yang semisalnya.
Seperti
inilah tasybih, dan orang yang melakukan tasybih disebut dengan musyabihah, dan
seperti inilah yang dikemukakan oleh ulama2 salaf dan ulama yang sesudahnya.
Imam
At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan :
وقال إسحق بن إبراهيم إنما يكون التشبيه
إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع
فهذا التشبيه
"Ishaq bin Ibrahim rahimahullah
mengatakan : “Hanyalah tasybih itu terjadi apabila seseorang mengatakan :
“Tangan bagaikan tangan yang lain”, atau : “Tangan seperti tangan yang lain“
atau mengatakan : “Pendengaran bagaikan pendengaran yang lain” atau :
“Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, sehingga jika dia mengatakan
“Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, maka seperti inilah tasybih.
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)
Hal semisal diriwayatkan dari imam
Ahmad rahimahullah sebagaimana dikatakan oleh ibnul-Qayim al-Jauziah
rahimahullah :
قلت ( له ) : والمشبه ما تقول ؟ قال :
من قال : بصر كبصري ويد كيدي وقدم كقدمي فقد شبه الله سبحانه بخلقه
“Hanbal berkata kepada imam Ahmad rahimahullah
: “Apa pendapatmu tentang musyabihah?”
Imam Ahmad rahimahullah menjawab :
“Barangsiapa yang mengatakan : “Penglihatan seperti penglihatanku, tangan
seperti tanganku, atau kaki seperti kakiku”, maka ia telah menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya.”
(Ijtima’ al-Juyusy 1/213)
Ibnu Syaqla rahimahullah mengatakan :
المشبه الذي يقول: وجه كوجهي ويد كيدي
“Musyabihah adalah mereka yang
mengatakan : “Wajah seperti wajahku, atau tangan seperti tanganku.”
(Thabaqat al-Hanabilah 3/239)
Na'am, seperti inilah tasybih.
Adapun, jika seseorang hanya berkata
dan hanya meyakini –misalnya- : “Si fulan memiliki wajah.”, atau : “Si fulanah
memiliki tangan.”, atau : “Si fulan sedang berjalan.”, atau : “Si fulanah
tertawa.” tanpa dikatakan : “Seperti…,” atau : ”Bagaikan….,” dan semisalnya,
maka yang seperti ini sama sekali bukan tasybih. Sedikitpun bukan.
Akan tetapi itu semua hanyalah sekedar
penetapan shifat, bahwa si fulan itu memiliki wajah, si fulanah itu memiliki
tangan, si fulan berjalan, dan sebagainya, tanpa adanya penyerupaan dengan yang
lainnya.
Nah, untuk hal yang kedua ini Imam
At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan :
وأما إذا قال كما قال الله تعالى يد
وسمع وبصر ولا يقول كيف ولا يقول مثل سمع ولا كسمع فهذا لا يكون تشبيها
Ishaq bin Ibrahim rahimahullah mengatakan
: “Adapun jika ada seseorang yang mengatakan sebagaimana firman Allah berkenaan
dengan tangan, pendengaran, penglihatan tapi dia tidak mengatakan :
“Bagaimana….” dan tidak pula mengatakan : “Seperti pendengaran…..” atau :
“Bagaikan pendengaran..…”, maka jika seperti ini tidaklah dikatakan tasybih.”
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)
Dan yang seperti ini bukanlah tasybih.
So, seperti inilah yang ditetapkan
oleh ulama2 salaf dan yang setelahnya, yakni menetapkan shifat2 itu tanpa
mengatakan dan meyakini : “Seperti…” atau : “Bagaikan…..”, dan yang semisalnya.
Al-Hafizh 'Utsman bin Sa'id Ad-Darimi
rahimahullah (dan beliau adalah salah seorang murid dari Ishaq bin Ibrahim
rahimahullah yang perkataannya dinukilkan oleh imam At-Tirmidzi rahimahullah di
atas, dan juga murid dari imam Ahmad rahimahullah dan Yahya bin Ma’in
rahimahullah) mengatakan:
وكما ليس كمثله شيء ليس كسمعه سمع ولا
كبصره بصر
“Sehingga sebagaimana tidak ada yang
serupa dengan dia, maka tidak ada pendengaran yang seperti pendengaran-Nya, dan
tidak pula ada penglihatan yang seperti penglihatan-Nya.”
(An-Naqd al-Imam Ad-Darimi
‘alal-Marisyi al-Jahmiy 1/308)
Ibnu Asram rahimahullah mengatakan :
وقد أخبرنا الله عز و جل في كتابه ووصف
نفسه في كتابه قال الله تعالى ليس
كمثله شيء وهو السميع البصير ثم أخبر عن
خلقه قال عز و جل فجعلناه سميعا بصيرا فهذه صفة من صفات الله
أخبرنا أﻧﻬا في خلقه غير أنا لا نقول إن
سمعه كسمع الآدميين ولا بصره كأبصارهم
“Sungguh Dia telah mengabarkan kepada
kami di dalam kitab-Nya dan Dia shifati Diri-nya sendiri bahwa : “Tidak ada
yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Kemudian Dia juga mengabarkan tentang
makhluk-Nya dengan firman-Nya : “Maka Kami jadikan dia dapat mendengar dan
dapat melihat.”
Dan Allah mengabarkan bahwa shifat2
diantara shifat2-Nya ini (yakni mendengar dan melihat) juga terdapat pada
makhluk-Nya. Hanya saja kami tidak mengatakan bahwa: “Pendengaran Allah seperti
pendengaran bani Adam”, dan tidak pula kami katakan bahwa : “Pengilihatan Allah
seperti penglihatan bani Adam.”
(At-Tanbih halaman 48)
Akan tetapi, orang2 jahil dari
kalangan Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2
Allah lainnya, dengan alasan tanzih dan ta'zim, maka mereka menetapkan kaidah
tasybih versi mereka sendiri yang berasal dari kejahilan diri mereka, yang
sangat-sangat bertentangan dengan ulama2 salaf.
Mereka menetapkan kaidah yang bathil
bahwa barangsiapa yang menetapkan shifat2 Allah, meskipun hanya menetapkan
shifat2 tersebut tanpa mengatakan : “Seperti….”, atau : “Bagaikan…”, maka ia
tetaplah dianggap telah melakukan tasybih, dan kemudian mereka tetapkan sebagai
musyabihah.
Dan kaidah ini sangat jelas bathilnya.
Sebab bagaimana mungkin jika ada
seseorang yang berkata –misalnya- : “Zaid memiliki dua tangan.” lalu dianggap
telah menyerupakan Zaid dengan Ahmad –misalnya-, padahal tidak se-hurufpun nama
Ahmad disebut-sebut??
Atau bagaimana mungkin jika ada
seseorang yang berkata –misalnya- : “Zaid memiliki wajah” lalu dianggap telah
menyerupakan Zaid dengan nabi Yusuf –misalnya-, padahal tidak se-hurufpun nama
Nabi Yusuf ‘alaihissalaam disebut-sebut??
Maka, bagaimana mungkin ketika para
ulama salaf berkata : "Allah memiliki dua tangan" atau :
"Allah memiliki wajah" atau : "Allah ada di atas 'Arsy",
kemudian malah mereka tetapkan sebagai musyabihah??
Ini jelas bathilnya dan tidaklah
kaidah bathil seperti ini dahulu ditetapkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu'tazillah
dan yang semisalnya melainkan atas dasar kejahilan.
Dan masalah ini, telah direkam dan
dicatat dengan baik oleh para ulama Ahlus-Sunnah, baik dari kalangan salaf
maupun ulama2 yang sesudahnya.
Diantaranya, Ibnu Khuzaimah
rahimahullah yang mengatakan :
ولو
لزم –ياذوى الحجا أهل السنة والآثار إذا أثبتوا لمعبودهم يدين كما ثبتهما الله
لنفسه وثبتوا له نفساً (عز وجل)، وأنه سميع بصير، يسمع ويرى، ما ادعي هؤلاء الجهلة
عليهم أنهم مشبهة، للزم كل من سمى الله ملكاً أو عظيماً ورؤوفاً ورحيماً، وجباراً،
ومتكبراً، وأنه قد شبه خالقه (عز وجل) بخلقه،
“Kalau saja Ahlus-Sunah dan atsar saat
mereka menetapkan dua tangan untuk Rabb yang mereka sembah sebagaimana hal ini
ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya, dan mereka juga menetapkan nafs 'Azza wa
Jalla, dan bahwa Allah itu adalah sami'un bashiirun, Dia mendengar dan melihat,
maka hal ini melazimkan seperti apa yang didakwakan oleh orang2 jahil
(Jahmiyah) bahwa Ahlus-Sunnah dan atsar itu adalah musyabihah, maka hal ini
tentu melazimkan pula bahwa setiap orang yang menyebut Allah dengan Malik,
'Azim, Ra-uf, Rahim, Jabar, atau Mutakabbir, bahwa mereka juga telah
menyerupakan Allah 'Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya."
(At-Tauhid 1/65)
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah
mengatakan :
وأما الجهمية والمعتزلة والخوارج فكلهم
ينكرها ولا يحمل منها شيئا على الحقيقة ويزعمون أن من أقر بها مشبه
“Adapun Jahmiyah, Mu’tazilah, dan
Khawarij, maka mereka semua mengingkari shifat2 Allah dan tidak membawakan
shifat2 itu kepada hakikinya, dan mereka menyangka bahwa barangsiapa yang
menetapkan shifat Allah secara hakiki adalah musyabihah.”
(At-Tamhid 7/145)
Dan yang lainnya.
So, dari poin pertama ini, semoga kita
dapat memahami akar permasalahannya dengan jelas, yakni darimana syubhat
tasybih dan tuduhan musyabihah ini berasal, dan seperti apa kejahilan dan
kebathilan kaidah tasybih orang2 Jahmiyah, Mu'tazilah dan yang semisalnya
dahulu yang kemudian terbawa sampai sekarang dan menjadi isu favorit sebagian
orang yang menyebut dirinya Aswaja.
Allaahul-Musta'an.
-Bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar