Jumat, 28 Maret 2014

Isu Tentang Tasybih dan Musyabihah (1)


Salah satu hal yang aneh di masa sekarang, adalah apabila anda berkata : “Allah memiliki dua tangan” atau : “Allah memiliki wajah”, atau : “Allah tertawa” Atau : “Allah ada di atas”, dan perkataan2 yang semisal saat menetapkan shifat2 Allah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya tetapkan sendiri di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih, maka tidak lama kemudian sebagian orang (meski tidak semua) yang menyebut dirinya sebagai Aswaja, dan mengaku sebagai bagian dari Asy’ariyah atau Maturidiyah akan menggelari anda dengan sebutan : “Musyabihah.” atau bahkan "Mujasimah", yakni anda akan dianggap telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, sebab mereka menganggap penetapan2 shifat seperti itu sebagai tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk), atau dianggap telah men-jismkan Allah. Dan ini merupakan salah satu diantara syubhat2 bathil dari orang yang menyebut dirinya aswaja, atau mengaku sebagai bagian dari Asy’ariyah atau Maturidiyah. 

Untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih, benar dan rinci, kita perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tasybih ini pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu. 

Untuk itu, insya Allah kita akan mengkaji serta mempelajari poin-poin penting terkait masalah ini sehingga –insya Allah- kita akan mengetahui bahwa syubhat tasybih ala aswaja ini hanyalah sampah yang didaur ulang dari syubhat yang sama yang dahulu dihembuskan oleh oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya terhadap diri ulama2 salaf Ahlus-Sunnah sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ulama2 salaf Ahlus-Sunnah yang menetapkan shifat2 Allah itu sebagaimana dikabarkan di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih.
Insya Allah, kita akan bagi pembahasan ini kepada beberapa poin,………

Poin Pertama : Apa itu Tasybih?

Al-Hafizh Abul-Qasim al-Ashbahani rahimahullah mengatakan :
وأما التشبيه : فهو مصدر شبه يشبه تشبيهاً ، يقال : شبهت الشيء بالشيء أي مثلته به ، وقسته عليه ، إما بذاته أو بصفاته ، أو بأفعاله
“Adapun Tasybih, maka ia adalah mashdar dari syabbaha yusyabbihu tasybiihan.
Dikatakan : “Aku menyerupakan sesuatu dengan sesuatu, yakni aku sepertikan ia dengannya dan aku bandingkan ia dengannya, adakalanya pada dzat-nya, atau pada shifatnya ataupun pada perbuatannya.”
(Al-Hujjah 1/306) 

Apa yang didefiniskan oleh Al-Hafizh Abul-Qasim di atas adalah jelas yakni bahwa tasybih itu terjadi jika ada seseorang yang menyerupakan sesuatu dengan sesuatu, entah pada dzat-nya, atau pada shifatnya ataupun pada perbuatannya.
Misalnya seseorang berkata atau meyakini bahwa : “Tangan Zaid adalah seperti tangan Ahmad.”, atau : “Wajah Zaid seperti wajah Ahmad.”, atau : “Tertawanya Zaid seperti tertawanya Ahmad.”, atau : “Berjalannya Zaid seperti berjalannya Ahmad.”, dan yang semisalnya. 

Seperti inilah tasybih, dan orang yang melakukan tasybih disebut dengan musyabihah, dan seperti inilah yang dikemukakan oleh ulama2 salaf dan ulama yang sesudahnya.
Imam At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan :
وقال إسحق بن إبراهيم إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه
"Ishaq bin Ibrahim rahimahullah mengatakan : “Hanyalah tasybih itu terjadi apabila seseorang mengatakan : “Tangan bagaikan tangan yang lain”, atau : “Tangan seperti tangan yang lain“ atau mengatakan : “Pendengaran bagaikan pendengaran yang lain” atau : “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, sehingga jika dia mengatakan “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, maka seperti inilah tasybih.
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)

Hal semisal diriwayatkan dari imam Ahmad rahimahullah sebagaimana dikatakan oleh ibnul-Qayim al-Jauziah rahimahullah :
قلت ( له ) : والمشبه ما تقول ؟ قال : من قال : بصر كبصري ويد كيدي وقدم كقدمي فقد شبه الله سبحانه بخلقه
“Hanbal berkata kepada imam Ahmad rahimahullah : “Apa pendapatmu tentang musyabihah?”
Imam Ahmad rahimahullah menjawab : “Barangsiapa yang mengatakan : “Penglihatan seperti penglihatanku, tangan seperti tanganku, atau kaki seperti kakiku”, maka ia telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.”
(Ijtima’ al-Juyusy 1/213)

Ibnu Syaqla rahimahullah mengatakan :
المشبه الذي يقول: وجه كوجهي ويد كيدي
“Musyabihah adalah mereka yang mengatakan : “Wajah seperti wajahku, atau tangan seperti tanganku.”
(Thabaqat al-Hanabilah 3/239)

Na'am, seperti inilah tasybih.

Adapun, jika seseorang hanya berkata dan hanya meyakini –misalnya- : “Si fulan memiliki wajah.”, atau : “Si fulanah memiliki tangan.”, atau : “Si fulan sedang berjalan.”, atau : “Si fulanah tertawa.” tanpa dikatakan : “Seperti…,” atau : ”Bagaikan….,” dan semisalnya, maka yang seperti ini sama sekali bukan tasybih. Sedikitpun bukan.
Akan tetapi itu semua hanyalah sekedar penetapan shifat, bahwa si fulan itu memiliki wajah, si fulanah itu memiliki tangan, si fulan berjalan, dan sebagainya, tanpa adanya penyerupaan dengan yang lainnya.

Nah, untuk hal yang kedua ini Imam At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan :
وأما إذا قال كما قال الله تعالى يد وسمع وبصر ولا يقول كيف ولا يقول مثل سمع ولا كسمع فهذا لا يكون تشبيها
Ishaq bin Ibrahim rahimahullah mengatakan : “Adapun jika ada seseorang yang mengatakan sebagaimana firman Allah berkenaan dengan tangan, pendengaran, penglihatan tapi dia tidak mengatakan : “Bagaimana….” dan tidak pula mengatakan : “Seperti pendengaran…..” atau : “Bagaikan pendengaran..…”, maka jika seperti ini tidaklah dikatakan tasybih.”
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)

Dan yang seperti ini bukanlah tasybih.
So, seperti inilah yang ditetapkan oleh ulama2 salaf dan yang setelahnya, yakni menetapkan shifat2 itu tanpa mengatakan dan meyakini : “Seperti…” atau : “Bagaikan…..”, dan yang semisalnya.

Al-Hafizh 'Utsman bin Sa'id Ad-Darimi rahimahullah (dan beliau adalah salah seorang murid dari Ishaq bin Ibrahim rahimahullah yang perkataannya dinukilkan oleh imam At-Tirmidzi rahimahullah di atas, dan juga murid dari imam Ahmad rahimahullah dan Yahya bin Ma’in rahimahullah) mengatakan:
وكما ليس كمثله شيء ليس كسمعه سمع ولا كبصره بصر
“Sehingga sebagaimana tidak ada yang serupa dengan dia, maka tidak ada pendengaran yang seperti pendengaran-Nya, dan tidak pula ada penglihatan yang seperti penglihatan-Nya.”
(An-Naqd al-Imam Ad-Darimi ‘alal-Marisyi al-Jahmiy 1/308)

Ibnu Asram rahimahullah mengatakan :
وقد أخبرنا الله عز و جل في كتابه ووصف نفسه في كتابه قال الله تعالى ليس
كمثله شيء وهو السميع البصير ثم أخبر عن خلقه قال عز و جل فجعلناه سميعا بصيرا فهذه صفة من صفات الله
أخبرنا أﻧﻬا في خلقه غير أنا لا نقول إن سمعه كسمع الآدميين ولا بصره كأبصارهم
“Sungguh Dia telah mengabarkan kepada kami di dalam kitab-Nya dan Dia shifati Diri-nya sendiri bahwa : “Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Kemudian Dia juga mengabarkan tentang makhluk-Nya dengan firman-Nya : “Maka Kami jadikan dia dapat mendengar dan dapat melihat.”
Dan Allah mengabarkan bahwa shifat2 diantara shifat2-Nya ini (yakni mendengar dan melihat) juga terdapat pada makhluk-Nya. Hanya saja kami tidak mengatakan bahwa: “Pendengaran Allah seperti pendengaran bani Adam”, dan tidak pula kami katakan bahwa : “Pengilihatan Allah seperti penglihatan bani Adam.”
(At-Tanbih halaman 48)

Akan tetapi, orang2 jahil dari kalangan Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya, dengan alasan tanzih dan ta'zim, maka mereka menetapkan kaidah tasybih versi mereka sendiri yang berasal dari kejahilan diri mereka, yang sangat-sangat bertentangan dengan ulama2 salaf.
Mereka menetapkan kaidah yang bathil bahwa barangsiapa yang menetapkan shifat2 Allah, meskipun hanya menetapkan shifat2 tersebut tanpa mengatakan : “Seperti….”, atau : “Bagaikan…”, maka ia tetaplah dianggap telah melakukan tasybih, dan kemudian mereka tetapkan sebagai musyabihah. 
Dan kaidah ini sangat jelas bathilnya.
 
Sebab bagaimana mungkin jika ada seseorang yang berkata –misalnya- : “Zaid memiliki dua tangan.” lalu dianggap telah menyerupakan Zaid dengan Ahmad –misalnya-, padahal tidak se-hurufpun nama Ahmad disebut-sebut??
Atau bagaimana mungkin jika ada seseorang yang berkata –misalnya- : “Zaid memiliki wajah” lalu dianggap telah menyerupakan Zaid dengan nabi Yusuf –misalnya-, padahal tidak se-hurufpun nama Nabi Yusuf ‘alaihissalaam disebut-sebut??
Maka, bagaimana mungkin ketika para ulama salaf berkata :  "Allah memiliki dua tangan" atau : "Allah memiliki wajah" atau : "Allah ada di atas 'Arsy", kemudian malah mereka tetapkan sebagai musyabihah??
Ini jelas bathilnya dan tidaklah kaidah bathil seperti ini dahulu ditetapkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu'tazillah dan yang semisalnya melainkan atas dasar kejahilan.

Dan masalah ini, telah direkam dan dicatat dengan baik oleh para ulama Ahlus-Sunnah, baik dari kalangan salaf maupun ulama2 yang sesudahnya.
Diantaranya, Ibnu Khuzaimah rahimahullah yang mengatakan :
ولو لزم –ياذوى الحجا أهل السنة والآثار إذا أثبتوا لمعبودهم يدين كما ثبتهما الله لنفسه وثبتوا له نفساً (عز وجل)، وأنه سميع بصير، يسمع ويرى، ما ادعي هؤلاء الجهلة عليهم أنهم مشبهة، للزم كل من سمى الله ملكاً أو عظيماً ورؤوفاً ورحيماً، وجباراً، ومتكبراً، وأنه قد شبه خالقه (عز وجل) بخلقه،
“Kalau saja Ahlus-Sunah dan atsar saat mereka menetapkan dua tangan untuk Rabb yang mereka sembah sebagaimana hal ini ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya, dan mereka juga menetapkan nafs 'Azza wa Jalla, dan bahwa Allah itu adalah sami'un bashiirun, Dia mendengar dan melihat, maka hal ini melazimkan seperti apa yang didakwakan oleh orang2 jahil (Jahmiyah) bahwa Ahlus-Sunnah dan atsar itu adalah musyabihah, maka hal ini tentu melazimkan pula bahwa setiap orang yang menyebut Allah dengan Malik, 'Azim, Ra-uf, Rahim, Jabar, atau Mutakabbir, bahwa mereka juga telah menyerupakan Allah 'Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya."
(At-Tauhid 1/65)

Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah mengatakan :
وأما الجهمية والمعتزلة والخوارج فكلهم ينكرها ولا يحمل منها شيئا على الحقيقة ويزعمون أن من أقر بها مشبه
“Adapun Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Khawarij, maka mereka semua mengingkari shifat2 Allah dan tidak membawakan shifat2 itu kepada hakikinya, dan mereka menyangka bahwa barangsiapa yang menetapkan shifat Allah secara hakiki adalah musyabihah.”
(At-Tamhid 7/145)

Dan yang lainnya.
So, dari poin pertama ini, semoga kita dapat memahami akar permasalahannya dengan jelas, yakni darimana syubhat tasybih dan tuduhan musyabihah ini berasal, dan seperti apa kejahilan dan kebathilan kaidah tasybih orang2 Jahmiyah, Mu'tazilah dan yang semisalnya dahulu yang kemudian terbawa sampai sekarang dan menjadi isu favorit sebagian orang yang menyebut dirinya Aswaja.

Allaahul-Musta'an.

-Bersambung-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar