Rabu, 21 Mei 2014

Wudhu Saat Luka Sedang Dibalut Perban?

Yang dimaksud di sini adalah jika luka yang diperban itu terdapat pada anggota wudhu. 

Maka, sebagian ulama (diantaranya ibnu Hazm rahimahullah) telah berpendapat akan cukupnya tayamum. 
So, bagi pendapat ini, tidak perlu seseorang itu memaksakan diri berwudhu dengan air dan kemudian mengusap perban/pembalut pada bagian anggota wudhunya yang terluka. 
Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah sebagaimana beliau katakan dalam Tamamul-Minah.
Beliau rahimahullah berkata :
ذهب ابن حزم إلى أنه لا يشرع المسح على الجبيرة قال :
"برهان ذلك قول الله تعالى: {لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا} وقول رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم" فسقط بالقرآن والسنة كل ما عجز عنه المرء وكان التعويض منه شرعا والشرع لا يلزم إلا بقرآن أو سنة ولم يأت قرآن ولا سنة بتعويض المسح على الجبائر والدواء من غسل ما لا يقدر على غسله فسقط القول بذلك".
ثم ذكر عن الشعبي ما يوافق قوله ومثله عن داود وأصحابه وهو الحق إن شاء الله.
"Ibnu Hazm rahimahullah telah berpendapat bahwa tidak disyari'atkan untuk membasuh perban/pembalut. Beliau mengatakan bahwa dalil dalam hal ini adalah firman Allah : "Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Dan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Jika aku memerintahkanmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah sesuai kemampuanmu."
Maka dengan Al-Quran dan Sunnah ini, gugurlah semua perbuatan yang tidak mampu dilakukan oleh seseorang.....
Kemudian, disebutkan pula dari Asy-Sya'bi rahimahullah pendapat yang sesuai dengan pendapat ibnu Hazm rahimahullah dan yang seperti itu pula pendapatnya Daud rahimahullah beserta sahabat2nya.
Inilah yang benar. Insya Allah. "
(Tamamul-Minnah hal.135)

Akan tetapi, selain pendapat di atas, telah diriwayatkan secara mauquf dari ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhu dengan pendapat yang berbeda dari apa yang disampaikan oleh ibnu Hazm rahimahullah.
Imam Al-Baihaqi rahimahullah mengatakan :
عن نافع عن بن عمر أنه توضأ وكفه معصوبة فمسح على العصائب وغسل سوى ذلك
…Dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bahwa ia berwudhu sedangkan tangannya sedang dibalut (perban), maka beliau mengusap di atas perban/pembalut tersebut dan mencuci selain dari itu.”
(Sunan Al-Kubra 1/228 no.1019. Imam Al-Baihaqi rahimahullah lalu mengatakan : “Riwayat ini shahih dari ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu)

Selain imam Al-Baihaqi rahimahullah, maka atsar mauquf ini juga dishahih-kan al-Hafizh al-Mundziri rahimahullah.Dikatakan pula bahwa meski atsar ini adalah mauquf namun ia dapat dihukumi dengan marfu’.
Juga dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu ini juga menjadi pegangan para tabi’in dan para ulama sesudahnya.

Imam Al-Baihaqi rahimahullah mengatakan :
وإنما فيه قول الفقهاء من التابعين فمن بعدهم مع ما روينا عن بن عمر في المسح على العصابة
“Dan dalam masalah mengusap pembalut ini hanya ada pendapat Ahli Fiqih dari kalangan tabi’in dan ulama2 sesudahnya bersamaan dengan riwayatnya ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu.”
(Sunan Al-Kubra 1/288)

Diantara para tabi’in tersebut sebagaimana disebutkan sendiri oleh imam Al-Baihaqi rahimahullah adalah Thawus rahimahullah, Atha bin Abi Rabbah rahimahullah dan Mujahid bin Jabr rahimahullah
Diriwayatkan dari Al-Auza’i rahimahullah yang mengatakan :
حدثني أبو بكر قال سمعت عطاء بن أبي رباح ومجاهد بن جبر وطاوسا يقولون في رجل أصاب أصبعه جرح فقالوا يغسل ما أصابه من دمه ثم يعصبها ثم يمسح على العصاب إذا توضأ
فإن نفذ منه الدم حتى يظهر فليبدلها بأخرى ثم يمسح عليها إذا توضأ
“Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar, ia mengatakan : “Aku mendengar Atha bin Abi Rabbah, Mujahid bin Jabr, dan Thawus mengatakan tentang seorang laki2 yang jari2nya terkena luka. Mereka mengatakan : “Cucilah apa yang terkena darahnya, kemudian balutlah luka itu lalu usaplah pada perban/pembalutnya jika engkau berwudhu. Apabila kemudian, darah itu jelas telah menembus pembalutnya, maka gantilah dengan pembalut yang lain kemudian jika engkau berwudhu usaplah atas pembalut tersebut.”
(Sunan Al-Kubra 1/289)
Insya Allah, apa yang dilakukan oleh ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhu inilah yang rajih dalam masalah ini, yakni bagi seseorang yang memiliki luka pada anggota wudhunya dan kemudian luka itu ia balut dengan perban/pembalut, maka jika ia merasa bahwa dibasuhnya atau dicucinya anggota wudhu itu dengan air akan membahayakan lukanya atau membuatnya semakin parah, maka cukuplah baginya untuk mengusap perban/pembalut itu dengan air. Adapun anggota wudhu lainnya, tetaplah dicuci atau diusap sebagaimana biasa.

Wallaahu a'lam.

Telah diriwayatkan pula dari Thawus rahimahullah, satu pilihan alternatif yang lain dalam masalah ini, yakni bahwa apabila seseorang itu merasa takut lukanya akan bertambah parah jika memakai air, maka cukuplah baginya untuk mengusap pembalut tersebut. Akan tetapi jika ia tidak merasa takut, maka tidak mengapa jika ia tetap mencuci atau membasuh anggota wudhunya itu secara sempurna sebagaimana biasa.
Dari Sulaiman Ath-Taimi rahimahullah beliau berkata :
سألت طاوسا عن الخدش يكون بالرجل فيريد الوضوء أو الاغتسال من الجنابة وقد عصب عليه خرقة فقال إن كان يخاف فليمسح على الخرقة وإن كان لا يخاف فليغسلها
“Aku bertanya kepada Thawus tentang luka cakar yang ada pada seorang laki2, kemudian ia bermaksud untuk berwudhu atau mandi junub, dan ia pun menutupkan kain di atas luka itu.
Thawus menjawab : “Jika ia takut, maka hendaklah ia mengusap di atas kain tersebut, tapi jika ia tidak takut, maka hendaklah ia mencuci anggota badannya.”
(Sunan Al-Kubra 1/229 no.1022)

Wallaahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar