Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari haditsnya Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ صَلَاةٌ
أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنْ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ وَلَوْ
يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا لَقَدْ هَمَمْتُ
أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ
ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى
الصَّلَاةِ بَعْدُُُ
”Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik dibandingkan dengan shalat Fajar (Subuh) dan Isya’. Kalau saja mereka mengetahui apa yang ada di dalam kedua shalat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.
Sungguh aku ingin agar aku menyuruh muadzin (mengumandangkan adzan) sehingga shalat dilaksanakan, kemudian aku menyuruh seorang laki2 untuk mengimami shalat, lalu aku pergi menyalakan api untuk membakar orang2 yang tidak keluar untuk shalat berjama’ah
(Shahih al-Bukhari 1/132 no. 657)
Ini adalah penegasan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bahwa bagi orang2 munafik, maka shalat itu terasa berat untuk mereka laksanakan. Dikatakan bahwa semua shalat itu sebenarnya terasa berat bagi orang2 munafik, dan dikhususkan dalam hal ini adalah shalat Isya dan Subuh. Adapun yang dimaksud dalam hadits ini bukanlah hanya sekedar berat dalam hal melaksanakannya akan tetapi lebih dari itu, yang dikatakan berat disini ialah berat dalam hal menghadiri shalat secara berjama’ah di masjid, khususnya shalat berjama'ah Isya dan Subuh.
”Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik dibandingkan dengan shalat Fajar (Subuh) dan Isya’. Kalau saja mereka mengetahui apa yang ada di dalam kedua shalat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.
Sungguh aku ingin agar aku menyuruh muadzin (mengumandangkan adzan) sehingga shalat dilaksanakan, kemudian aku menyuruh seorang laki2 untuk mengimami shalat, lalu aku pergi menyalakan api untuk membakar orang2 yang tidak keluar untuk shalat berjama’ah
(Shahih al-Bukhari 1/132 no. 657)
Ini adalah penegasan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bahwa bagi orang2 munafik, maka shalat itu terasa berat untuk mereka laksanakan. Dikatakan bahwa semua shalat itu sebenarnya terasa berat bagi orang2 munafik, dan dikhususkan dalam hal ini adalah shalat Isya dan Subuh. Adapun yang dimaksud dalam hadits ini bukanlah hanya sekedar berat dalam hal melaksanakannya akan tetapi lebih dari itu, yang dikatakan berat disini ialah berat dalam hal menghadiri shalat secara berjama’ah di masjid, khususnya shalat berjama'ah Isya dan Subuh.
Tentang hadits ini, Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah mengatakan :
ليس صلاة أثقل ودل هذا على أن الصلاة كلها ثقيلة على
المنافقين، ومنه قوله تعالى: ولا يأتون الصلاة إلا وهم كسالى
وإنما كانت العشاء والفجر أثقل عليهم من غيرهما لقوة الداعي إلى تركهما، لأن العشاء وقت السكون والراحة والصبح وقت لذة النوم.
"Semua shalat itu sebenarnya berat bagi orang munafik dan yang menunjukan akan hal ini adalah firman Allah Ta'ala : "Dan tidaklah mereka mendatangi shalat, melainkan dengan malas.....(Q.S At-Taubah ayat 54).
Adapun mengapa shalat Isya dan Subuh itu lebih berat bagi orang2 munafik dibandingkan shalat2 yang lain yaitu karena kuatnya hal yang mendorong untuk meninggalkan kedua shalat tersebut, sebab waktu Isya merupakan waktu yang santai dan waktu untuk beristirahat sedangkan waktu Subuh adalah waktu yang paling nikmat untuk tidur.”
(Fath al-Bari 2/166)
وإنما كانت العشاء والفجر أثقل عليهم من غيرهما لقوة الداعي إلى تركهما، لأن العشاء وقت السكون والراحة والصبح وقت لذة النوم.
"Semua shalat itu sebenarnya berat bagi orang munafik dan yang menunjukan akan hal ini adalah firman Allah Ta'ala : "Dan tidaklah mereka mendatangi shalat, melainkan dengan malas.....(Q.S At-Taubah ayat 54).
Adapun mengapa shalat Isya dan Subuh itu lebih berat bagi orang2 munafik dibandingkan shalat2 yang lain yaitu karena kuatnya hal yang mendorong untuk meninggalkan kedua shalat tersebut, sebab waktu Isya merupakan waktu yang santai dan waktu untuk beristirahat sedangkan waktu Subuh adalah waktu yang paling nikmat untuk tidur.”
(Fath al-Bari 2/166)
Ya, adakalanya waktu istirahat dan tidur itu menjadi fitnah bagi seseorang, sebab dengan keduanya, boleh jadi seseorang itu kemudian berani meninggalkan shalat Subuh dan Isya, ataupun merasa enggan untuk berangkat ke masjid dan melaksanakannya secara berjama'ah di sana. Padahal, kalau saja seseorang itu mau merenungkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Kalau
saja mereka mengetahui apa yang ada pada keduanya (yaitu shalat Isya dan
shalat Subuh), niscaya mereka akan mendatangi keduanya…”
Jika saja seseorang itu mengetahui tentang keutamaan besar yang akan Allah berikan bagi orang2 yang mau berangkat ke masjid dan melaksanakan shalat di sana secara berjama'ah, niscaya dia akan tetap mendatangi masjid meskipun harus dengan merangkak.
Ataukah, seseorang itu akan tetap rela untuk tinggal di rumahnya, dan terbuai dengan godaan waktu tidur dan istirahat, kemudian menganggap bahwa kedua shalat itu adalah sesuatu yang sama sekali tidak berharga baginya??
Al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah mengatakan :
وقد كَانَ النَّبِيّ يصلي هاتين الصلاتين فِي الظلام ، فإنه كَانَ يغلس
بالفجر غالباً ويؤخر العشاء الآخرة ، ولم يكن فِي مسجده حينئذ مصباح ،
فَلَمْ يكن يحضر مَعَهُ هاتين الصلاتين إلا مؤمن يحتسب الأجر فِي شهودهما ،
فكان المنافقون يتخلفون عنهما ويظنون أن ذَلِكَ يخفى عَلَى النَّبِيّ
“Sungguh dahulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan kedua shalat ini dalam keadaan gelap gulita.Beliau melaksanakan shalat Fajar saat hari masih gelap dan mengakhirkan shalat Isya pada saat yang akhir sedangkan saat itu tidak ada lampu di masjid, maka tidaklah hadir di masjid pada kedua shalat ini bersama beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melainkan mereka adalah orang2 mu’min yang mengharapkan pahala (dari Allah) dengan menghadiri kedua shalat tersebut.
Adapun orang2 munafik, maka mereka meninggalkan (yakni tidak menghadiri) kedua shalat ini dan mereka menyangka bahwa ketidak hadiran mereka di masjid tidak diketahui oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”
(Fathul Bari 6/35)
“Sungguh dahulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan kedua shalat ini dalam keadaan gelap gulita.Beliau melaksanakan shalat Fajar saat hari masih gelap dan mengakhirkan shalat Isya pada saat yang akhir sedangkan saat itu tidak ada lampu di masjid, maka tidaklah hadir di masjid pada kedua shalat ini bersama beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melainkan mereka adalah orang2 mu’min yang mengharapkan pahala (dari Allah) dengan menghadiri kedua shalat tersebut.
Adapun orang2 munafik, maka mereka meninggalkan (yakni tidak menghadiri) kedua shalat ini dan mereka menyangka bahwa ketidak hadiran mereka di masjid tidak diketahui oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”
(Fathul Bari 6/35)
Maka, yang manakah yang kita inginkan ada pada diri kita?
Apakah seperti sahabat2 Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dahulu yang dengan keimanan mereka kepada Allah, meski dalam keadaan gelap gulita, mereka tetap bersemangat mendatangi masjid untuk melaksanakan shalat bersama bersama Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam?
Ataukah seperti orang2 munafik dahulu yang merasa berat untuk mendatangi masjid dan mengerjakan shalat Subuh dan Isya secara berjama'ah disebabkan terbuai oleh keinginan untuk tidur ataupun beristirahat?
Lihatlah apa yang dikatakan oleh para pendahulu kita yang shalih dari kalangan ulama2 salaf rahimahumullah :
وَقَالَ إبراهيم النخعي : كانوا يرون أن المشي إلى الصلاة فِي الليلة الظلماء موجبة - يعني : توجب لصاحبها الجنة .
وفي ( ( صحيح مُسْلِم ) ) عَن عُثْمَان ، عَن النَّبِيّ ( ، قَالَ : ( ( من صلى العشاء فِي جماعة فكأنما قام نصف الليل ، ومن صلى الصبح فِي جماعة فكأنما صلى الليل كله ) ) .
وخرجه أبو داود والترمذي ، وغيرهما : ( ( ومن صلى العشاء والفجر فِي جماعة ، كَانَ لَهُ كقيام ليلة ) ) .
وهذا يبين أن الرواية الَّتِيْ قبلها إنما أريد بِهَا صلاة الصبح مَعَ العشاء فِي الجماعة .
قَالَ الإمام أحمد فِي رِوَايَة المروذي : الأخبار فِي الفجر والعشاء - يعني فِي الجماعة - أوكد وأشد .
وروى وكيع فِي ( ( كتابه ) ) بإسناده ، عَن عُمَر ، قَالَ : لأن أشهد الفجر والعشاء فِي جماعة أحب إلي من أن أحيي مَا بَيْنَهُمَا .
وعن أَبِي الدرداء ، قَالَ : اسمعوا وبلغوا من خلفكم ، حافظوا عَلَى العشاء والفجر ، ولو تعلون مَا فيهما لأتيتموهما ولو حبواً .
وخرجه أبو نعيم الفضل بْن دكين - أيضاً وخرج بإسناده ، عَن أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : لَوْ يعلم القاعدون مَا للمشائين إلى هاتين الصلاتين : صلاة العشاء الفجر لأتوهما ولو حبواً .
وروى مَالِك فِي ( ( الموطإ ) ) بإسناده ، عَن عُمَر ، قَالَ : لأن أشهد صلاة الصبح - يعني : فِي جماعة - أحب إلي من أن أقوم ليلة .
"Ibrahim an-Nakha-i mengatakan :
"Kami memandang bahwa berjalan (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat pada malam yang gelap adalah wajib, yakni wajib bagi pelakunya untuk mendapatkan surga.
Dan dalam Shahih Muslim dari ‘Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat setengah semalam, dan barangsiapa yang shalat Subuh dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat semalam penuh.”
Dan telah dikeluarkan pula hadits ini oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi rahimahullah dan juga oleh selain beliau berdua (dengan lafazh) :
“Dan barangsiapa yang shalat Isya dan shalat Fajar (Subuh) dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat semalam penuh.”
.................................................. .................................
Dan Waki’ dalam kitab-nya telah meriwayatkan dengan isnadnya dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bahwa ia berkata :
“Sungguh, aku menghadiri shalat Fajar dan Isya’ dengan berjama’ah lebih aku sukai dibandingkan aku menghidupkan apa yang ada diantara keduanya.”
Dan dari Abu Darda radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Dengarlah oleh kalian dan sampaikanlah kepada orang2 yang di belakang kalian : “Jagalah shalat Isya dan shalat Fajar. Kalau saja kalian mengetahui apa yang ada diantara keduanya, tentu kalian akan mendatanginya meski dengan merangkak.”
Telah mengeluarkan pula Abu Nu’aim al-Fadhl bin Dhakin dengan isnadnya dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Kalau saja orang2 yang tinggal di rumah mengetahui keutamaan untuk orang2 yang berjalan menuju masjid pada kedua waktu shalat ini –yakni shalat Isya dan shalat Fajar- niscaya mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak.”
Dan imam Malik telah mengeluarkan dalam Al-Muwaththa dengan isnadnya dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu ia mengatakan :
“Sungguh aku menghadiri shalat Subuh -yakni dengan berjama’ah- lebih aku sukai dibandingkan aku shalat sunnah semalaman.“
(Fathul Bari 6/35-36)
Tidakkah kita dapat melihat, betapa ulama2 salaf rahimahumullah benar2 memandang shalat berjama’ah -khususnya shalat Subuh dan shalat Isya- dengan penuh keutamaan.
وفي ( ( صحيح مُسْلِم ) ) عَن عُثْمَان ، عَن النَّبِيّ ( ، قَالَ : ( ( من صلى العشاء فِي جماعة فكأنما قام نصف الليل ، ومن صلى الصبح فِي جماعة فكأنما صلى الليل كله ) ) .
وخرجه أبو داود والترمذي ، وغيرهما : ( ( ومن صلى العشاء والفجر فِي جماعة ، كَانَ لَهُ كقيام ليلة ) ) .
وهذا يبين أن الرواية الَّتِيْ قبلها إنما أريد بِهَا صلاة الصبح مَعَ العشاء فِي الجماعة .
قَالَ الإمام أحمد فِي رِوَايَة المروذي : الأخبار فِي الفجر والعشاء - يعني فِي الجماعة - أوكد وأشد .
وروى وكيع فِي ( ( كتابه ) ) بإسناده ، عَن عُمَر ، قَالَ : لأن أشهد الفجر والعشاء فِي جماعة أحب إلي من أن أحيي مَا بَيْنَهُمَا .
وعن أَبِي الدرداء ، قَالَ : اسمعوا وبلغوا من خلفكم ، حافظوا عَلَى العشاء والفجر ، ولو تعلون مَا فيهما لأتيتموهما ولو حبواً .
وخرجه أبو نعيم الفضل بْن دكين - أيضاً وخرج بإسناده ، عَن أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : لَوْ يعلم القاعدون مَا للمشائين إلى هاتين الصلاتين : صلاة العشاء الفجر لأتوهما ولو حبواً .
وروى مَالِك فِي ( ( الموطإ ) ) بإسناده ، عَن عُمَر ، قَالَ : لأن أشهد صلاة الصبح - يعني : فِي جماعة - أحب إلي من أن أقوم ليلة .
"Ibrahim an-Nakha-i mengatakan :
"Kami memandang bahwa berjalan (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat pada malam yang gelap adalah wajib, yakni wajib bagi pelakunya untuk mendapatkan surga.
Dan dalam Shahih Muslim dari ‘Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat setengah semalam, dan barangsiapa yang shalat Subuh dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat semalam penuh.”
Dan telah dikeluarkan pula hadits ini oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi rahimahullah dan juga oleh selain beliau berdua (dengan lafazh) :
“Dan barangsiapa yang shalat Isya dan shalat Fajar (Subuh) dengan berjama’ah, maka ia seperti orang yang shalat semalam penuh.”
.................................................. .................................
Dan Waki’ dalam kitab-nya telah meriwayatkan dengan isnadnya dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bahwa ia berkata :
“Sungguh, aku menghadiri shalat Fajar dan Isya’ dengan berjama’ah lebih aku sukai dibandingkan aku menghidupkan apa yang ada diantara keduanya.”
Dan dari Abu Darda radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Dengarlah oleh kalian dan sampaikanlah kepada orang2 yang di belakang kalian : “Jagalah shalat Isya dan shalat Fajar. Kalau saja kalian mengetahui apa yang ada diantara keduanya, tentu kalian akan mendatanginya meski dengan merangkak.”
Telah mengeluarkan pula Abu Nu’aim al-Fadhl bin Dhakin dengan isnadnya dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Kalau saja orang2 yang tinggal di rumah mengetahui keutamaan untuk orang2 yang berjalan menuju masjid pada kedua waktu shalat ini –yakni shalat Isya dan shalat Fajar- niscaya mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak.”
Dan imam Malik telah mengeluarkan dalam Al-Muwaththa dengan isnadnya dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu ia mengatakan :
“Sungguh aku menghadiri shalat Subuh -yakni dengan berjama’ah- lebih aku sukai dibandingkan aku shalat sunnah semalaman.“
(Fathul Bari 6/35-36)
Tidakkah kita dapat melihat, betapa ulama2 salaf rahimahumullah benar2 memandang shalat berjama’ah -khususnya shalat Subuh dan shalat Isya- dengan penuh keutamaan.
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “berat bagi orang
munafik…” yang disebutkan pada hadits dalam bab ini, bukanlah hanya
berat dalam melaksanakannya akan tetapi lebih dari itu, yang dikatakan
berat ini ialah berat dalam menghadiri kedua shalat itu secara
berjama’ah di masjid, sebagaimana hal ini nampak jelas dalam kandungan
hadits dan sebagaimana jelas pula dikemukakan oleh al-Hafizh ibnu Hajar
rahimahullah dan al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah.
Maka, semoga Allah menjauhkan kita semua dari semua shifat kemunafikan.
Amin ya Allah.
Wallaahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar