Pada tataran kajian al-jarh dan at-ta'dil para ulama hadits, khususnya dari kalangan mutaqadimin ditetapkan bahwa kebid'ahan seorang ahli bid'ah
disisi beliau semua rahimahullah itu adalah bertingkat-tingkat. Ada yang berat sampai meng-kafir-kan pelakunya, ada yang hanya menjadikan fasik, dan ada yang ringan.
Adapun, berkenaan dengan riwayat-riwayat hadits yang berasal dari perawi ahli bid'ah tersebut,
adalah hal yang baik bagi kita untuk mengetahui penyikapan para ulama ini
atas periwayatan hadits dari para perawi ahli bid'ah ini, diantaranya :
Pertama : Kehati-hatian terhadap riwayat dari perawi seperti itu
Imam Muslim rahimahullah mengatakan :
اعلم وفقك الله تعالى أن الواجب على كل احد عرف التمييز بين صحيح الروايات وسقيمها وثقات الناقلين لها من المتهمين أن لا يروى منها الا ما عرف صحة مخارجه والستارة في ناقليه وأن يتقى منها ما كان عن أهل التهم والمعاندين من أهل البدع
Imam Muslim rahimahullah mengatakan :
اعلم وفقك الله تعالى أن الواجب على كل احد عرف التمييز بين صحيح الروايات وسقيمها وثقات الناقلين لها من المتهمين أن لا يروى منها الا ما عرف صحة مخارجه والستارة في ناقليه وأن يتقى منها ما كان عن أهل التهم والمعاندين من أهل البدع
“Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufik kepadamu, bahwasannya wajib bagi setiap
orang untuk mengetahui perbedaan diantara riwayat yang shahih dan yang
tidak shahih, dan wajib pula mengetahui perbedaan diantara para perawi
tsiqah yang dinukil riwayatnya dan para perawi yang buruk.
Hendaklah
seorang berhati-hati terhadap riwayat dari para perawi yang
tertuduh, dan juga para perawi yang menyimpang dari kalangan ahli
bid’ah.”
(Muqadimah Shahih Muslim 1/7)
(Muqadimah Shahih Muslim 1/7)
Ya, kehati-hatian
merupakan hal mendasar yang harus dipegang dalam menyikapi hadits-hadits dari
seorang ahli
bid’ah, baik yang jelas penyimpangannya ataupun belum jelas.
Adapun
jika kemudian setelah melalui pengkajian dan penyelidikan yang seksama,
menjadi jelas diketahui bahwa perawi dari kalangan ahli bid’ah itu
ternyata adalah seorang yang jujur, hafizh, tsiqah, dan bukan seorang
pendusta serta tidak pula menghalalkan kedustaan, ataupun kemudian memang telah
jelas diketahui kalau penisbatan bid’ah kepadanya itu ternyata tidaklah
tsabit, maka jika seperti ini riwayat darinya bisa diterima.
Kedua : Pembagian terhadap status dari bid’ah itu sendiri
Dalam hal ini kita bagi saja menjadi 2 (dua) kelompok :
1. Bid’ah yang menjadikan ahli bid’ah itu kafir
2. Bid’ah yang tidak menjadikan ahli bid’ah itu kafir
Adapun kelompok pertama, maka riwayatnya ditolak dan jelas gugur.
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
قال العلماء من المحدثين والفقهاء وأصحاب الأصول المبتدع الذي يكفر ببدعته لا تقبل روايته بالاتفاق
Dalam hal ini kita bagi saja menjadi 2 (dua) kelompok :
1. Bid’ah yang menjadikan ahli bid’ah itu kafir
2. Bid’ah yang tidak menjadikan ahli bid’ah itu kafir
Adapun kelompok pertama, maka riwayatnya ditolak dan jelas gugur.
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
قال العلماء من المحدثين والفقهاء وأصحاب الأصول المبتدع الذي يكفر ببدعته لا تقبل روايته بالاتفاق
“Para
ulama dari kalangan ahli hadits, ahli fiqih dan ahli ushul menyepakati
bahwa ahli bid’ah yang kebid’ah-annya menjadikan dia kafir, maka
periwayatannya tidaklah diterima.”
(Al-Minhaj 1/60)
Sedangkan kelompok yang kedua, maka jika ia memang terbukti sebagai seorang yang jujur, hafizh, tsiqah, dan bukan seorang pendusta serta tidak pula menghalalkan kedustaan, maka riwayatnya bisa diterima.
(Al-Minhaj 1/60)
Sedangkan kelompok yang kedua, maka jika ia memang terbukti sebagai seorang yang jujur, hafizh, tsiqah, dan bukan seorang pendusta serta tidak pula menghalalkan kedustaan, maka riwayatnya bisa diterima.
Ketiga : Pembagian terhadap sifat dari ahli bid’ah itu sendiri
Dalam hal ini kita bagi juga menjadi 2 kelompok :
1. Ahli bid’ah yang tidak menyeru atau tidak menyebarkan bid’ahnya.
2. Ahli bid’ah yang menyeru atau menyebarkan bid’ahnya
Adapun kelompok pertama, maka jika ia memang terbukti sebagai seorang yang jujur, hafizh, tsiqah, dan bukan seorang pendusta serta tidak pula menghalalkan kedustaan, maka riwayatnya bisa diterima.
Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan :
ففى الصحيحين وغيرهما من كتب أئمة الحديث الاحتجاج بكثيرين من المبتدعة غير الدعاة ولم يزل السلف والخلف على قبول الرواية منهم والاحتجاج بها والسماع منهم واسماعهم من غير انكار منهم والله اعلم
Dalam hal ini kita bagi juga menjadi 2 kelompok :
1. Ahli bid’ah yang tidak menyeru atau tidak menyebarkan bid’ahnya.
2. Ahli bid’ah yang menyeru atau menyebarkan bid’ahnya
Adapun kelompok pertama, maka jika ia memang terbukti sebagai seorang yang jujur, hafizh, tsiqah, dan bukan seorang pendusta serta tidak pula menghalalkan kedustaan, maka riwayatnya bisa diterima.
Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan :
ففى الصحيحين وغيرهما من كتب أئمة الحديث الاحتجاج بكثيرين من المبتدعة غير الدعاة ولم يزل السلف والخلف على قبول الرواية منهم والاحتجاج بها والسماع منهم واسماعهم من غير انكار منهم والله اعلم
“Di dalam kitab
Shahihain dan dalam kitab2 para imam hadits selain keduanya, maka
didalamnya terdapat riwayat2 yang menjadi hujjah yang berasal dari
kalangan ahli bid’ah yang tidak menyeru kepada bid’ahnya.
Dan kalangan ulama2 salaf dan khalaf-pun tidak segan untuk menerima riwayat2 dari ahli2 bid’ah ini dan ber-hujjah dengannya, mendengar hadits dari mereka dan memperdengarkan hadits kepada mereka tanpa mengingkarinya.”
(Al-Minhaj 1/61)
Sedangkan kelompok kedua, maka menurut madzhab yang shahih yang dipilih oleh imam An-Nawawi rahimahullah, maka riwayatnya ditolak.
Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan :
لا يجوز الاحتجاج بالداعية عند أئمتنا قاطبة لا خلاف بينهم في ذلك
Dan kalangan ulama2 salaf dan khalaf-pun tidak segan untuk menerima riwayat2 dari ahli2 bid’ah ini dan ber-hujjah dengannya, mendengar hadits dari mereka dan memperdengarkan hadits kepada mereka tanpa mengingkarinya.”
(Al-Minhaj 1/61)
Sedangkan kelompok kedua, maka menurut madzhab yang shahih yang dipilih oleh imam An-Nawawi rahimahullah, maka riwayatnya ditolak.
Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan :
لا يجوز الاحتجاج بالداعية عند أئمتنا قاطبة لا خلاف بينهم في ذلك
“Menurut
para imam kami bahwa tidaklah boleh berhujjah dengan riwayat ahli
bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya. Dan tidak ada perselisihan
diantara beliau semua dalam perkara ini.”
(Al-Minhaj 1/61)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :
يكتب عن القدري إذا لم يكن داعية
(Al-Minhaj 1/61)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :
يكتب عن القدري إذا لم يكن داعية
“Hadits dari seorang Qadariyah tetap ditulis, yaitu jika ia tidak menyeru kepada bid’ahnya.”
(Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi 1/13)
Ibnu Mahdi rahimahullah mengatakan :
ثلاثة لا يؤخذ عنهم : المتهم بالكذب ، وصاحب بدعة يدعو إلى بدعته ، والرجل الغالي عليه الوهم والغلط
(Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi 1/13)
Ibnu Mahdi rahimahullah mengatakan :
ثلاثة لا يؤخذ عنهم : المتهم بالكذب ، وصاحب بدعة يدعو إلى بدعته ، والرجل الغالي عليه الوهم والغلط
“Tiga
golongan yang tidak diambil riwayat dari mereka, yaitu yang tertuduh
sebagai pendusta, ahli bid’ah yang menyeru kepada bid’ah-nya, dan perawi
yang banyak sekali wahm dan salahnya.”
(Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi 1/29)
(Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi 1/29)
Semisal ada seorang
Syi’ah yang menyebarkan paham bid’ah-nya atau mengajak kepada
bid’ah-nya baik secara halus maupun terang2an, sebagaimana banyak kita
temui orang-orang Syi'ah seperti ini sekarang,
Atau seorang Khawarij yang menyebarkan paham bid’ah-nya atau mengajak kepada bid’ah-nya baik secara halus maupun terang2an,
Atau seorang Khawarij yang menyebarkan paham bid’ah-nya atau mengajak kepada bid’ah-nya baik secara halus maupun terang2an,
Atau seorang Qadariyah yang menyebarkan paham bid’ah-nya atau mengajak kepada
bid’ah-nya baik secara halus maupun terang2an,
Dan juga ahli2 bid'ah yang lainnya yang menyeru kepada bid'ahnya, maka orang-orang seperti ini ditolak riwayatnya.
Keempat : Bilakah riwayat dari seorang ahli bid'ah yang dikenal jujur itu kemudian diterima?
Yakni jika riwayat darinya ini tidaklah menguatkan kepada bid’ahnya.
Al-Hafizh ibnu
Hajar rahimahullah mengatakan bahwa Al-Hafizh Abu Ishaq Al-Juzajani
rahimahullah -syaikhnya imam Abu Dawud rahimahullah dan
imam An-Nasa’i rahimahullah- mengatakan :
ومنهم زائغ عن الحق -أي عن السنة- صدوق اللهجة , فليس فيه حيلة إلا أن يؤخذ من حديثه ما لا يكون منكرا إذا لم يقو به بدعته
ومنهم زائغ عن الحق -أي عن السنة- صدوق اللهجة , فليس فيه حيلة إلا أن يؤخذ من حديثه ما لا يكون منكرا إذا لم يقو به بدعته
“Dan
diantara para perawi itu ada yang menyimpang dari kebenaran -yakni dari
sunnah- namun jujur ucapannya, maka perawi seperti ini, tidak alasan
bagi kami kecuali akan diambil haditsnya yang tidak munkar yaitu apabila haditsnya itu tidak menguatkan kepada bid’ahnya.”
(Nuzhatun-Nazhar fi Taudhih Nukhbatil-Fikar halaman 128)
(Nuzhatun-Nazhar fi Taudhih Nukhbatil-Fikar halaman 128)
Sehingga apabila hadits yang datang dari perawi ahli bid'ah itu adalah sebagai sesuatu yang mendukung atau
menguatkan bid'ah mereka, maka riwayatnya adalah tertolak.
Dikatakan pula bahwa dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat, namun perkataan Abu Ishaq rahimahullah di atas merupakan sesuatu yang baik untuk dijadikan pegangan dalam permasalahan ini dan seperti ini pulalah yang dipilih oleh Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah.
Wallaahu a’lam.
Dikatakan pula bahwa dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat, namun perkataan Abu Ishaq rahimahullah di atas merupakan sesuatu yang baik untuk dijadikan pegangan dalam permasalahan ini dan seperti ini pulalah yang dipilih oleh Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah.
Wallaahu a’lam.
Selanjutnya....
Dalam hal ini, ada hal yang juga perlu diperhatikan, yaitu bahwa diterimanya hadits dari seorang perawi ahli bid'ah, bukanlah berarti merupakan suatu pengakuan akan kebenaran bid'ahnya.
Imam al-Bukhari
rahimahullah, imam Muslim rahimahullah, dan ulama2 hadits yang lainnya
memang ada mengambil periwayatan hadits dari para perawi ahli bid'ah, akan tetapi pemikiran para perawinya
yang bid'ah dan manhaj-nya yang bid'ah sama sekali tidak diambil dan
bahkan dijauhi serta diingkari.
Hal ini sebagaimana dikatakan bahwa :
"Kejujuran mereka (dalam periwayatan hadits) adalah untuk kita, sedangkan bid'ahnya tetaplah diingkari dan kebid'ahannya itu hanyalah untuk mereka."
Ya, kurang lebihnya, seperti itulah.
Wallaahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar