1. Pendahuluan
Salah satu hal yang ajaib di masa sekarang, adalah apabila anda berkata :
“Allah memiliki dua tangan” atau : “Allah memiliki wajah”, atau :
“Allah ada di atas.”, atau : “Allah bisa dilihat dengan mata kepala
kelak di akhirat.” dan perkataan2 yang semisal saat menetapkan shifat2
Allah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya tetapkan sendiri di dalam Al-Quran
dan Sunnah yang shahih, maka tidak lama kemudian sebagian orang akan
menggelari anda dengan sebutan : “Mujasimah", yakni anda akan dianggap
telah menjismkan Allah, sebab mereka menganggap penetapan2 shifat
seperti itu sebagai tajsim.
Nah, untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih dan rinci, kita perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tajsim ini pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu.
Nah, untuk mengetahui dan memahami masalah ini dengan jernih dan rinci, kita perlu kembali dulu ke masa lalu, yakni masa hidupnya ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya yang dekat masanya dengan ulama2 salaf, saat syubhat tajsim ini pertama kali dimunculkan oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya di masa itu.
Untuk itu, insya Allah kita akan mengkaji serta mempelajari poin-poin penting terkait masalah ini sehingga –insya Allah- kita akan mengetahui bahwa syubhat tajsim ini hanyalah sampah yang didaur ulang dari syubhat yang sama yang dahulu dihembuskan oleh oleh orang2 Jahmiyah, Mu’tazilah, dan kalangan Ahlul-Bid’ah pengingkar shifat2 Allah lainnya terhadap diri ulama2 salaf Ahlus-Sunnah sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ulama2 salaf Ahlus-Sunnah yang menetapkan shifat2 Allah itu sebagaimana dikabarkan di dalam Al-Quran dan Sunnah yang shahih.
Dan sekaligus, tema ini untuk membantah syubhat2 yang dimunculkan oleh sebagian orang terhadap diri Syaikhul-islam ibnu Taimiyah rahimahullah terkait pembahasan beliau dalam masalah jism. Oleh karena itu, maka –insya Allah- kita akan banyak memunculkan seperti apa pembahasan beliau secara terperinci (dan bukan secara mujmal) berkenaan dengan jism ini agar –insya Allah- kita dapat mengetahui secara lengkap, rinci dan menyeluruh mengenai sikap beliau dalam masalah ini.
2. Apa itu jism menurut ulama2 salaf?
Untuk bagian pertama ini, kita tidak akan mendapat satupun ta’rif yang sharih dari ulama2 salaf yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih, atau yang mereka sebutkan di dalam kitab2 mereka.
Berbeda dengan istilah tasybih yang dapat kita temukan ta’rifnya menurut ucapan yang sharih dari sebagian ulama salaf, semisal dari Ishaq bin Ruhawaih rahimahullah yang mengatakan :
إنما يكون التشبيه إذا قال يد كيد أو مثل يد أو سمع كسمع أو مثل سمع فإذا قال سمع كسمع أو مثل سمع فهذا التشبيه
“Hanyalah tasybih itu terjadi apabila seseorang mengatakan : “Tangan bagaikan tangan yang lain”, atau : “Tangan seperti tangan yang lain “ atau mengatakan : “Pendengaran bagaikan pendengaran yang lain” atau : “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, sehingga jika dia mengatakan “Pendengaran seperti pendengaran yang lain.”, maka seperti inilah tasybih.
(Sunan At-Tirmidzi 3/50)
Adapun jism, dan tajsim,…..sama sekali tidak ada.
Oleh sebab itu, maka Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
لم يسلكه أحد من السلف والأئمة فلم ينطق أحد منهم في حق الله بالجسم لا نفيا ولا إثباتا ولا بالجوهر والتحيز ونحو ذلك
“Tidak ada seorangpun dari kalangan salaf dan para imam yang mengada-ngadakan dan berbicara dengan istilah “jism”, “jauhar”,”tahayyuz”, dan yang semisalnya berkenaan dengan hak Allah. Tidak dengan penafian, dan tidak pula dengan penetapan.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.85)
So, yang tersisa bagi kita dalam hal pengertian jism ini adalah melihat dari apa yang disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang istilah ini.
Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat mereka, maka ajsamahum (jism-jism mereka) menjadikan kamu kagum.”
(Q.S Al-Munafiqun ayat 4)
Tentang ayat ini, Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وإذا رأيت هؤلاء المنافقين يا محمد تعجبك أجسامهم لاستواء خلقها وحسن صورها
“Allah berfirman bahwa apabila engkau –wahai Muhammad- melihat orang2 munafik itu, maka tubuh2 mereka akan membuatmu kagum disebabkan serasinya penciptaanya dan bagusnya bentuk tubuh mereka.”
(Jami’ul-Bayan 23/395)
Allah telah menetapkan istilah jism di dalam kitab-Nya yang berarti tubuh manusia atau badan manusia, dan inilah yang dikenal oleh orang Arab tentang apa itu jism di sisi mereka.
Sehingga, atas hal inilah maka Al-Jauhari mengatakan :
قال أبو زيد: الجِسْمُ والجُسْمانُ: الجَسَدُ،
“Abu Zaid mengatakan : “Al-Jism wal-jusmaan adalah jasad.”
(Ash-Shihah fil-lughah bab huruf Jim)
Dan Ibnu Mandzur mengatakan :
جسم: الجِسْمُ: جماعة البَدَنِ أو الأعضاء من الناس والإبل والدواب
وغيرهم من الأنواع العظيمة الخَلْق
“Al-Jism adalah kumpulan dari badan atau anggota2 badan manusia, unta, binatang, dan yang lainnya dari hal makhluk2 yang berat.”
(Lisanul-‘Arab bab huruf Jim)
Ya, hanya itu.
So, dengan i'tibar seperti ini, maka hal2 yang ringan seperti udara, ruh, angin, wewangian, (atau frekuensi), dan yang semisalnya tidaklah disebut dengan jism.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengatakan :
فإن أهل اللغة يقولون : الجسم هو الجسد والبدن وبهذا الاعتبار فالروح ليست جسما ; ولهذا يقولون : الروح والجسم ; كما قال تعالى : { وإذا رأيتهم تعجبك أجسامهم وإن يقولوا تسمع لقولهم } وقال تعالى : { وزاده بسطة في العلم والجسم }
“Sesungguhnya ahli bahasa mengatakan : “Al-jism adalah jasad dan badan”, maka dengan I’tibar ini ruh bukanlah termasuk jism. Atas hal ini mereka mengatakan : “Ruh dan Jism.” Sebagaimana Allah berfirman : “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka.” Dan firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan jism (tubuh) yang perkasa.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal.36)
Meskipun demikian, benar bahwa sebagian ahlul-kalam menyelisihi ta'rif seperti ini dan mereka memasukan ruh dan yang semisalnya sebagai jism, sebagaimana hal ini pernah disebutkan oleh Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah.
Kemudian....
Jika Allah memberikan istilah jism ini untuk tubuh manusia, dan jika seperti itulah yang memang dikenal oleh orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang membicarakan udara dan shifat2nya, apakah ada keperluan baginya untuk berbicara tentang jism.....tentang tubuh manusia....., setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu bukanlah jism, setelah dia sendiri tahu bahwa udara itu bukanlah tubuh manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Atau jika Allah memberikan istilah jism ini untuk tubuh manusia, dan jika seperti itulah yang dikenal oleh orang2 Arab, maka apabila seseorang sedang membicarakan wewangian dan shifat2nya, apakah ada keperluan baginya untuk berbicara tentang jism setelah dia sendiri tahu bahwa apa yang dia bicarakan itu bukanlah jism, setelah dia tahu bahwa wewangian itu bukanlah tubuh manusia??
Jawabnya : “Sama sekali, tidak.”
Maka begitupula ulama2 salaf ketika sedang berbicara tentang Allah dan shifat2-Nya.
Mereka sama sekali tidak memiliki keperluan untuk berbicara tentang jism, berbicara tentang tubuh manusia, setelah jelas bagi mereka bahwa yang mereka bicarakan itu bukanlah jism,.....
Setelah jelas bagi mereka bahwa yang mereka bicarakan itu adalah tentang Allah dan bukan tentang tubuh manusia,.................
Setelah jelas bagi mereka bahwa Allah itu bukanlah manusia, dan manusia itu bukanlah Allah.......
Maka, sehuruf-pun sama sekali mereka tidak perlu menyinggung-nyinggungnya, dan sehuruf-pun mereka sama sekali tidak perlu menyebut masalah jism ini.
So, ketika –misalnya- Allah berfirman :
“….hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik.”
(Q.S Al-Maidah ayat 33)
Tentu saja, orang2 Arab pada umumnya baik yang mu'min maupun yang kafir pada saat itu, dan kemudian ulama salaf pada khususnya, sudah ma’lum bahwa tangan dan kaki yang sedang dibicarakan dalam ayat ini adalah tentang jism, tubuh manusia.
Tapi, ketika Allah berfirman :
“Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.”
(Q.S Shad ayat 75)
Maka, tentu saja orang2 Arab pada umumnya, baik yang mu'min maupun yang kafir pada saat itu dan kemudian ulama2 salaf pada khususnya-pun sudah ma’lum bahwa yang sedang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah tentang jism, bukanlah tentang tangan manusia, tubuh manusia, akan tetapi yang dibicarakan adalah tentang Allah yang jelas2 bukan manusia, maka tentu saja mereka se-huruf-pun tidak perlu menyinggung masalah jism.
Lalu, darimana asalnya muncul ta’rif-ta’rif aneh yang menjadi sebab awal munculnya fitnah tentang jism atas diri ulama2 salaf dan ulama2 setelahnya rahimahumullah?
Insya Allah, nanti kita akan mengetahuinya pada bagian kedua….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar