Perhatikanlah ta'rif2 orang2 Mu'tazilah, Jahmiyah, Syi'ah dan selainnya tentang jism dalam tulisan sebelumnya pada bagian kedua Isu tentang tajsim dan mujasimah (2) .
Atas hal itu, niscaya kita akan tahu bahwa tidaklah mereka menetapkan suatu pengertian tentang jism melainkan berdasarkan apa yang mereka lihat ada pada makhluk.
Dan konsekuensi dari pengertian2 buatan mereka ini adalah bahwa bagi ahlul-bid'ah ini, orang2 yang meyakini kalau Allah dapat dilihat di akhirat adalah mujasimah...
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki tangan adalah mujasimah....
Orang2 yang meyakini kalau Allah itu memiliki wajah adalah mujasimah......
Dan sebagainya.
Celakanya, pengertian2 ala ahlul-bid'ah seperti inilah yang kemudian dipegang oleh sebagian orang di zaman sekarang, sehingga tidak heran jika kemudian isu tentang tajsim dan mujasimah ini kembali muncul di masa sekarang.
Ya, sebagian orang di masa sekarang telah menganggap dan menuduh kalau orang2 yang meyakini Allah itu memiliki tangan, wajah, dan beberapa shifat lainnya, sebagai mujasimah, sedangkan tidaklah anggapan dan tuduhan bathil mereka ini kecuali karena disebabkan mereka memegang ta'rif2 rusak ala Jahmiyah, Mu'tazilah dan sebagainya tentang jism.
Jika suatu saat engkau bertemu dengan orang2 yang seperti ini, katakan padanya : "Apakah kekuasaan, pengetahuan dan hidup itu jism?"
Apabila dia menjawab : "Ya, semuanya adalah jism."
Maka katakan kepadanya : "Sesungguhnya engkau meyakini kalau Allah itu hidup, memiliki pengetahuan dan memiliki kekuasaan, maka seharusnya itu berarti menurutmu Allah itu adalah jism."
Maka katakan kepadanya : "Maka begitupula Allah itu ada di atas 'Arsy, memiliki tangan, memiliki wajah, memiliki kaki dan shifat2 lainnya tanpa harus berarti bahwa semua itu adalah jism."
Allaahul-musta'an.
Selanjutnya.....
Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa baik Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya dari kalangan pengingkar shifat2 Allah, maka mereka semua sepakat atas satu kalimat yakni bahwa Allah itu bukanlah jism.
Akan
tetapi, satu hal yang sangat perlu sekali kita catat dan ingat adalah
bahwa ketika mereka berkata “bukan jism”, maka yang mereka maksud itu
adalah “jism” menurut pengertian mereka sebagaimana sebagiannya telah
dikutipkan sebelumnya, dan bukan seperti yang dikenal oleh para ulama2
salaf.
Sehingga,
maksud dari perkataan mereka : “Bukan jism.” sebenarnya tidaklah sama
dengan yang dimaksud “bukan jism.” dari perkataannya seorang ulama
Ahlus-Sunnah.
Perkataan mereka : "Allah bukan jism.", maka maksudnya sebenarnya adalah bahwa Allah itu tidaklah dapat dilihat, tidak ada di atas 'Arsy, tidak memiliki tangan, dan sebagainya.
Sedangkan jika ada ulama Ahlus-Sunnah yang berkata "Allah bukan jism", maka maksudnya jelas bahwa yang dimaksud adalah Allah itu tidaklah serupa dengan makhluk-Nya.
Perbedaan maksud ini adalah sebagaimana ketika ulama2 Ahlus-Sunnah berbicara tentang tasybih,
dan orang2 Jahmiyah serta Mu’tazilah berbicara tasybih, maka sebenarnya
yang dimaksud tasybih oleh orang2 Jahmiyah serta Mu’tazilah itu tidaklah
sama sebagaimana yang dimaksud oleh ulama2 Ahlus-Sunnah.
Sehingga,
atas hal ini, jika kita berbicara dengan mereka, dan mereka berkata :
“Bukan jism.”, maka tanyakanlah kepadanya : “Apa yang anda maksud dengan
“jism” dan “bukan jism” itu?”
Atas semua syubhat inilah, Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
فيقال لمن سأل بلفظ الجسم : ما تعني بقولك ؟
أتعني بذلك أنه من جنس شيء من المخلوقات ؟
فإن عنيتَ ذلك , فالله قد بيَّنَ في كتابه أنه لا مثل له , ولا كفوَ له , ولا نِدَّ له ؛
وقال : ( أفمن يخلق كمن لا يخلق )
فالقرءان يدل على أن الله لا يماثله شيء , لا في ذاته ولا صفاته ولا أفعاله
“Maka, dikatakan kepada orang yang bertanya tentang lafazh jism : “Apa yang engkau maksud dengan ucapanmu itu?”
Apakah yang engkau maksud dengan lafazh jism itu adalah bahwa Allah termasuk jenis dari makhluk-Nya (yg juga jism)?
Jika
ini yang engkau maksud dengan jism, maka Allah telah menjelaskan di
dalam kitab-Nya bahwa tidaklah ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada
yang sebanding, dan tidak ada yang bersekutu dengan-Nya dalam apapun,
dan Dia berfirman : “Maka apakah yang menciptakan itu sama dengan yang
tidak dapat menciptakan?”
Maka
Al-Quran telah menunjukan bahwa Allah itu tidak ada yang serupa
dengan-Nya sesuatupun, tidak pada Dzat-Nya, tidak pada shifat-Nya, tidak
pula pada perbuatan-Nya.”
(Dar-u Ta’arud al-‘Aql wa An-Naql 5/363. Maktabah Darul-Kunuz al-Adabiyah)
Akan tetapi :
إن
قلت : إثبات الحياة والعلم والقدرة يقتضي تشبيها أو تجسيما لأنا لا نجد في
الشاهد متصفا بالصفات إلا ما هو جسم قيل لك : ولا نجد في الشاهد ما هو
مسمى حي عليم قدير إلا ما هو جسم فإن نفيت ما نفيت لكونك لم تجده في الشاهد
إلا للجسم فانف الأسماء بل وكل شيء لأنك لا تجده في الشاهد إلا للجسم
“Jika
engkau katakan : “Penetapan Hidup Allah, ilmu Allah, kekuasaan Allah
melazimkan tasybih atau tajsim sebab tidaklah kita dapati pada sesuatu
yang kita lihat yang dishifati dengan shifat tersebut kecuali ia adalah
jism.”
Maka dikatakan kepadanya :
“Tidak pula kita dapati pada sesuatu yang kita lihat apa yang disebut
dengan hidup, mengetahui, dan berkuasa kecuali ia adalah jism. Maka jika
engkau hendak menafikan shifat yang engkau nafikan berdasarkan apa yang
engkau dapati dari apa yang engkau lihat berupa jism, maka nafikanlah
pula nama-nama Allah, dan bahkan nafikanlah pula semua shifat Allah
sebab tidaklah engkau dapati hal itu ada pada sesuatu yang engkau lihat
kecuali itu ada pada jism.”
(‘Aqidah Tadmuriyah hal. 24)
Jika mereka hendak menafikan sebagian shifat berdasarkan kaidah akal2
mereka yang rusak dengan alasan bahwa shifat2 itu adalah jism, berdasarkan apa yang mereka lihat
ada pada makhluk Allah, maka seharusnya dengan kaidah mereka sendiri dan
dengan alasan mereka sendiri, maka semua shifat itu harus mereka
nafikan dari Allah.
Ya, berdasarkan kaidah rusak mereka, maka seharusnya mereka menafikan pula pengetahuan, kekuasaan, dan hidup itu dari Allah.
Dan jika mereka
hendak menuduh orang yang menetapkan shifat sebagai mujasimah atau
mereka anggap penetapan shifat itu melazimkan tajsim, maka seharusnya
dengan kaidah mereka sendiri, dan dengan alasan mereka sendiri, maka
mereka sendiripun sebenarnya adalah mujasimah atau musyabihah, sebab
tidaklah mereka sendiri menetapkan suatu shifat melainkan akan mereka
temui shifat itu ada pada jism.
Na'uudzubillah.
Pada akhirnya….
Ingatlah,
dan perhatikanlah ta’rif2 jism yang dibuat-buat oleh ahlul-bid’ah
sebagaimana disampaikan di atas, dan Insya Allah, nanti pada bagian selanjutnya
kita akan melihat bahwa penetapan shifat2 Allah di sisi Syi’ah,
Mu’tazilah, Jahmiyah, dan ahlul-bid’ah lainnya akan mereka anggap
sebagai tajsim, dan ahlus-Sunnah di sisi mereka, benar2 dianggap sebagai
mujasimah.
Dan,
insya Allah kita juga melihat bahwa apa yang mereka tetapkan itu
hanyalah penetapan yang lemah, rusak dan saling bertentangan
disana-sini.
Allaahul-musta'an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar