Diantara sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang tata cara tidur adalah sebagai berikut...
1. Tidak menelungkup atau tengkurap
1. Tidak menelungkup atau tengkurap
Yang dimaksud dengan menelungkup atau tengkurap di sini adalah seseorang itu merebahkan dirinya untuk tidur dengan cara menghadapkan wajahnya kebawah. Maka, cara tidur seperti ini telah dilarang oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan larangan yang cukup keras.
Abu Dzar al-Ghifar radhiyallaahu ‘anhu mengatakan :
مَرَّ بِيَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ وَأَنَا مُضْطَجِعٌ عَلَى بَطْنِي ، فَرَكَضَنِي بِرِجْلِهِ وَقَالَ : يَا جُنَيْدِبُ
، إِنَّمَا هَذِهِ ضِجْعَةُ أَهْلِ النَّارِ.
(Sunan ibnu Majah no.3724. Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini : “Shahih.”)
Tentang masalah ini, komisi fatwa Arab Saudi, yaitu Al-Lajnah Ad-Daimah memfatwakan (no.19313):
فينبغي تركه ولو كان من عادة الإنسـان؛ لأنه يشرع للمسلم ترك العادة المخالفة للشرع.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
“Sudah seharusnya seseorang itu meninggalkan cara tidur seperti ini meskipun hal itu termasuk kebiasaan manusia, sebab disyari’atkan bagi seorang muslim untuk meninggalkan kebiasaannya yang bertentangan dengan syari’at.”
2. Berbaring ke sebelah kanan
2. Berbaring ke sebelah kanan
Cara tidur seperti ini adalah kebiasaannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah disinggung dalam hadits yang telah lalu dari Al-Bara bin ‘Azib radhiyallaahu ‘anhu.
Al-Bara radhiyallaahu ‘anhu mengatakan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَامَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ
“Apabila Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat tidurnya, beliau berbaring ke sebelah kanan.”
(Shahih al-Bukhari no.6315)
Yang dimaksud berbaring ke sebelah kanan ini yakni bahwa seseorang itu berbaring di atas pinggangnya dengan menghadap kesebelah kanan, sehingga ia ada dalam posisi menyamping kearah kanan.
3. Meletakkan tangan kanan di bawah pipi
Setelah berbaring ke sebelah kanan, maka apa yang disunnahkan berikutnya oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah agar seseorang itu meletakkan telapak tangannya di bawah pipinya, sebagaimana hal inipun telah disinggung sebelumnya dalam haditsnya Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu ‘anhu.
Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu mengatakan :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنْ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا
“Apabila Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur di waktu malam, beliau meletakan tangannya di bawah pipi kemudian membaca : “Allaahumma bismika amuutu wa ahyaa.”
(artinya : "Ya Allah, dengan nama-Mu aku mati dan aku hidup.”)
(Shahih al-Bukhari no.6314)
Dalam masalah ini, Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan :
أن السنة والأفضل أن ينام الإنسان
على جنبه الأيمن وفي حديث حذيفة رضي الله عنه أنه ينبغي أن يضع الإنسان
يده تحت خده ومعلوم أنها اليد اليمنى تكون تحت الخد الأيمن وهذا ليس على
سبيل الوجوب ولكن على سبيل الأفضلي
“Yang merupakan sunnah dan sesuatu yang utama adalah bahwa seseorang itu hendaknya tidur dengan menghadap ke arah kanan, dan dalam hadits Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu bahwa seseorang itu juga sebaiknya meletakan tangannya di bawah pipinya, karena memang sudah diketahui bersama bahwa tangan kanan itu ada di bawah pipi kanan. Semua ini bukanlah sesuatu yang diwajibkan akan tetapi hanyalah merupakan sesuatu yang utama.”
(Syarh Riyadhush-Shalihin 1/922)
“Yang merupakan sunnah dan sesuatu yang utama adalah bahwa seseorang itu hendaknya tidur dengan menghadap ke arah kanan, dan dalam hadits Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu bahwa seseorang itu juga sebaiknya meletakan tangannya di bawah pipinya, karena memang sudah diketahui bersama bahwa tangan kanan itu ada di bawah pipi kanan. Semua ini bukanlah sesuatu yang diwajibkan akan tetapi hanyalah merupakan sesuatu yang utama.”
(Syarh Riyadhush-Shalihin 1/922)
4. Tidak tidur berdua antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan dalam keadaan telanjang ataupun terbuka auratnya, dalam satu selimut
Abu Sa'id al-Khudri radhiyallaahu 'anhu mengatakan :
لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا تنظر المرأة إلى عورة المرأة ولايفضي الرجل إلى الرجل في الثوب الواحد ولا تفضي المرأة إلى المرأة في الثوب الواحد
"Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki yang lain. Begitupula, seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita yang lain. Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan laki-laki lain dalam satu selimut. Jangan pula seorang wanita berduaan dengan wanita lain dalam satu selimut."
(Sunan At-Tirmidzi 5/109 no.2793. Imam At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini : "Hasan ghorib shahih.")
Berkenaan dengan masalah ini, maka imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
فهو نهي تحريم إذا لم يكن بينهما حائل ، وفيه دليل على تحريم لمس عورة غيره
"Larangan ini adalah larangan pengharaman apabila tidak ada penghalang diantara dua orang yang tidur dalam satu selimut itu. Dalam hal ini juga terdapat pengharaman untuk menyentuh aurat orang lain."
(Al-Minhaj 4/43)
Yang dimaksud di sini adalah bahwa keduanya tidur dalam keadaan telanjang ataupun terbuka auratnya tanpa adanya penghalang ataupun sesuatu yang memisahkan diantara mereka. Adapun, jika keduanya memakai pakaian, tertutupi auratnya dan terdapat penghalang diantara mereka, maka hukumnya adalah makruh tanzih.
Wallaahu a'lam.
(Al-Minhaj 4/43)
Yang dimaksud di sini adalah bahwa keduanya tidur dalam keadaan telanjang ataupun terbuka auratnya tanpa adanya penghalang ataupun sesuatu yang memisahkan diantara mereka. Adapun, jika keduanya memakai pakaian, tertutupi auratnya dan terdapat penghalang diantara mereka, maka hukumnya adalah makruh tanzih.
Wallaahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar